KI DKI Jakarta Hadirkan Dispusip sebagai Pihak Terkait dalam Sidang Sengketa Informasi Publik mengenai Salinan Ijazah Joko Widodo
JAKARTA – Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta menggelar sidang pembuktian sengketa informasi publik antara Pemohon Bonatua Silalahi dan Termohon Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Rabu (10/12/2025).
Dalam sidang pembuktian tersebut, majelis komisioner menghadirkan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Provinsi DKI Jakarta sebagai pihak terkait untuk memberikan keterangan perihal pokok perkara.
Ketua Majelis Komisioner KI DKI Jakarta Agus Wijayanto Nugroho menyampaikan bahwa Dispusip DKI Jakarta harus memberikan keterangan yang benar dan tidak menyesatkan dalam persidangan tersebut.
“Kami minta Saudara untuk memberikan keterangan yang benar, akurat, dan tidak menyesatkan. Karena kami harus mengonfirmasi beberapa fakta terkait mekanisme pendokumentasian dan pengarsipan yang ada di Provinsi DKI Jakarta,” kata Agus dalam sidang tersebut.
Agus meminta Dispusip DKI Jakarta untuk menjelaskan tugas dan fungsinya serta kewenangan dalam mengelola arsip statis yang bersumber dari lembaga negara sebagai pencipta arsip. Lalu, kata Agus, sejauh mana Dispusip harus aktif dan pasif dalam mengelola arsip tersebut.
“Saya ingin pastikan, dalam ketentuan Pasal 22 Ayat 4, itu ada poin lembaga negara yang harus dikelola arsip statisnya. Apa yang dimaksud dengan lembaga negara? Apakah mereka wajib menyerahkan arsipnya kepada Dispusip?” tanya Agus.
Menanggapi hal tersebut, Ari Irmansyah mewakili Dispusip DKI Jakarta menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 22 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan disebutkan bahwa arsip daerah provinsi wajib melaksanakan pengelolaan arsip statis yang diterima dari satuan kerja perangkat daerah provinsi dan penyelenggara pemerintahan daerah provinsi,
“Termasuk lembaga negara di daerah provinsi dan kabupaten/kota, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan,” kata Ari.
Ia menyebut bahwa yang dimaksud dengan kewajiban mengelola arsip adalah setelah dilaksanakan prosedur penyerahan arsip statis oleh pencipta arsip.
Selain itu, lanjut Ari, Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan menegaskan bahwa pimpinan lembaga negara, pemerintah daerah, perguruan tinggi negeri, BUMN, dan BUMD wajib melaporkan arsip yang termasuk dalam kategori arsip terjaga kepada ANRI paling lama satu tahun setelah pelaksanaan kegiatan.
“Dalam aturan tersebut berbunyi bahwa lembaga negara, baik di tingkat daerah maupun kementerian, menyerahkan arsip statisnya pada Arsip Nasional,” ujarnya.
Meski demikian, ia menuturkan bahwa lembaga negara di tingkat daerah dapat menyerahkan arsipnya ke lembaga kearsipan daerah jika instansi induknya menentukan demikian.
“Lembaga negara di daerah bisa menyampaikan arsip statisnya ke kearsipan daerah, dengan catatan jika ada peraturan internal instansi induknya yang menentukan demikian. Tapi secara default memang ke Arsip Nasional,” tuturnya.
Di samping itu, Agus menyoroti ketidakhadiran Pemohon Bonatua Silalahi tanpa alasan yang jelas. Bahkan, kuasa hukum pemohon yang sempat hadir selanjutnya keluar ruang sidang dan menolak masuk kembali karena menunggu prinsipal.
“Prinsipal dikonfirmasi tidak hadir karena tidak ada relaas, padahal pada sidang sebelumnya majelis sudah memerintahkan para pihak untuk hadir tanpa panggilan. Perintah majelis ini sudah merupakan panggilan resmi,” tegas Agus.
Menurut Agus, ketidakhadiran tersebut akan menjadi pertimbangan majelis komisioner terkait komitmen dan keseriusan Pemohon dalam proses penyelesaian sengketa informasi.
“Karena itu, alasan ketidakhadiran Pemohon hari ini karena tidak ada relaas resmi menjadi tidak relevan. Ini akan menjadi pertimbangan majelis komisioner,” pungkas Agus.
Majelis yang bertugas dalam sidang tersebut terdiri atas Ketua Majelis Komisioner KI DKI Jakarta Agus Wijayanto Nugroho, Anggota Majelis Komisioner Harry Ara Hutabarat, dan Aang Muhdi Gozali.
Diketahui, informasi publik yang dimohonkan Bonatua Silalahi selaku Pemohon dan menjadi objek sengketa para pihak adalah sebagai berikut:
1. Salinan ijazah pendidikan terakhir yang digunakan oleh Joko Widodo dalam proses pencalonan Gubernur DKI Jakarta Tahun 2012.
2. Dokumen pendukung persyaratan pencalonan (termasuk legalisasi ijazah atau surat pernyataan ijazah) yang diserahkan kepada KPU Provinsi DKI Jakarta saat pendaftaran.
