Sidang Sengketa Informasi Ijazah Jokowi di KI DKI, Majelis Minta Bukti Diperkuat
JAKARTA — Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta menggelar sidang pembuktian sengketa informasi publik antara Pemohon Bonatua Silalahi dan Termohon Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Rabu (10/12/2025).
Sidang dipimpin Ketua Majelis Komisioner KI DKI Jakarta Agus Wijayanto Nugroho, dengan Anggota Majelis Komisioner Harry Ara Hutabarat dan Aang Muhdi Gozali. Agenda sidang merupakan lanjutan dari sidang pembuktian sebelumnya.
Ketua Majelis Agus Wijayanto Nugroho menyoroti ketidakhadiran Pemohon pada sidang sebelumnya. Ia menegaskan bahwa kewajiban hadir telah disampaikan tanpa harus menunggu panggilan resmi.
“Dalam sidang sebelumnya sudah disampaikan bahwa para pihak wajib hadir tanpa panggilan. Pemberitahuan sidang sudah disampaikan sebagai relas. Jika saudara tidak hadir, maka dinilai tidak patut dan tidak menghormati persidangan,” ujar Agus.
Pemohon Bonatua Silalahi berdalih tidak menerima undangan resmi persidangan sehingga hanya menginformasikan jadwal sidang kepada kuasa hukumnya.
Anggota Majelis Komisioner Harry Ara Hutabarat menegaskan bahwa sejak awal Pemohon menyatakan permintaan informasi publik dilakukan untuk memperoleh informasi secara legal dan ilmiah.
“Dalam sidang sebelumnya Pemohon menyampaikan bahwa informasi publik yang diminta ingin diperoleh secara legal dan ilmiah,” kata Harry.
Menanggapi hal tersebut, Bonatua menyatakan bahwa informasi yang dimohonkan ingin telah tervalidasi dan autentifikasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bonatua menambahkan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga memiliki peran sebagai pencipta arsip.
“Arsip itu tidak harus berasal dari KPU. Pemerintah Provinsi juga sebagai pencipta arsip, dan Sekretaris Daerah seharusnya menyimpan dokumen gubernur yang telah dilantik,” katanya.
Harry kemudian mengingatkan Termohon agar memanfaatkan mekanisme pembuktian secara optimal. Termohon memiliki kewenangan untuk menghadirkan saksi atau ahli.
Sementara itu, Anggota Majelis Komisioner Aang Muhdi Gozali menegaskan bahwa dokumen pencalonan kepala daerah pada dasarnya merupakan arsip yang diciptakan oleh KPU.
“Dokumen pencalonan pada awalnya adalah arsip yang diciptakan oleh KPU. Sekarang saudara memohonkan kepada Pemprov karena beranggapan Pemprov memiliki kuasa atas informasi tersebut,” jelas Aang.
Ia meminta Pemohon memperkuat dalilnya dengan bukti yang relevan.
“Jika saudara tetap berpendapat Pemprov memiliki kuasa atas informasi itu, maka dalil tersebut harus diperkuat dengan bukti yang disampaikan kepada majelis,” tegasnya.
Menutup sidang, Ketua Majelis Agus Wijayanto Nugroho memastikan kembali kesiapan para pihak untuk agenda pembuktian lanjutan.
“Kami beri kesempatan kepada para pihak untuk menghadirkan saksi atau ahli. Sidang selanjutnya akan digelar pada awal Januari, dan relas akan kami sampaikan,” kata Agus.
Majelis juga menegaskan bahwa objek sengketa tidak dapat berkembang di luar permohonan awal.
“Objek sengketa informasi hanya dua poin. Jika ada dalil tambahan, silakan disampaikan dan dibuktikan dalam agenda pembuktian berikutnya,” ujar Agus.
Adapun informasi publik yang menjadi objek sengketa antara Pemohon dan Termohon meliputi:
1. Salinan ijazah pendidikan terakhir yang digunakan Joko Widodo dalam proses pencalonan Gubernur DKI Jakarta Tahun 2012.
2. Dokumen pendukung persyaratan pencalonan, termasuk legalisasi ijazah atau surat pernyataan ijazah, yang diserahkan kepada KPU Provinsi DKI Jakarta saat pendaftaran.
