Rektor UAI bersama KI DKI dan PPID: Ajak Mahasiswa Jadi Pelopor Keterbukaan Informasi
Jakarta — Seminar keterbukaan informasi publik bertajuk “Mengawal Transparansi, Menjaga Demokrasi” digelar secara hybrid melalui sinergi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Al3 Azhar Indonesia (UAI), Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Provinsi DKI Jakarta, dan Komisi Informasi DKI Jakarta. Kegiatan ini berlangsung di Auditorium Lantai 3, UAI, Jakarta Selatan, pada Jumat (25/4).
Seminar ini juga menayangkan sambutan video dari Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, yang menyampaikan visinya menjadikan Jakarta sebagai Kota Global yang transparan.
Ia menegaskan bahwa bersama Komisi Informasi Provinsi , Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus berkomitmen memperkuat keterbukaan informasi dengan mendukung tata kelola pemerintahan yang baik dan berkontribusi bagi kemajuan Jakarta.
Rektor UAI, Prof. Dr. Asep Saefuddin, M.Sc., dalam sambutannya menekankan pentingnya pemahaman mahasiswa terhadap informasi, terutama dalam konteks demokrasi.
Ia menyebut demokrasi sebagai upaya politik yang bertujuan agar masyarakat dapat terus berkembang secara adil dan tidak terkooptasi oleh satu kelompok.
“Mahasiswa harus betul-betul paham tentang pentingnya informasi, apalagi dalam konteks mengawal demokrasi. Keterbukaan informasi adalah modal utama untuk mendorong kemajuan masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya, sejak diberlakukannya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) pada 2008, masyarakat memiliki hak untuk mengakses informasi dari badan publik. Meski demikian, informasi yang diberikan harus dikelola secara bijak.
“Tidak semua informasi harus dibuka, tetapi publik harus memahami mana yang menjadi haknya. UU KIP hadir sebagai saluran untuk membantu masyarakat memperoleh informasi, sekaligus mendukung badan publik dalam menjalankan tugas secara transparan,” jelasnya.
Prof. Asep juga mengingatkan bahaya penyebaran hoaks. Ia menegaskan bahwa informasi palsu yang terus diulang dapat menciptakan persepsi yang salah dan merusak tatanan sosial.
“Hoaks itu berbahaya. Jangan menyebarkan informasi yang tidak benar. Jika informasi itu benar dan membawa kebaikan, silakan sebarkan. Namun, jika benar tapi dapat menimbulkan kerusakan, lebih baik tidak disebarluaskan. Apalagi jika informasi itu tidak benar dan tidak baik, maka jangan disebarkan sama sekali,” tegasnya.
Ia menambahkan, dalam menyikapi informasi, penting bagi masyarakat untuk mengesampingkan ego pribadi dan mengutamakan kepentingan bersama.
Prof. Asep juga menyampaikan apresiasinya atas kolaborasi lintas institusi dalam penyelenggaraan seminar ini.
“Kami berterima kasih kepada Pemprov DKI Jakarta dan Komisi Informasi yang telah menyelenggarakan kegiatan ini untuk mengedukasi mahasiswa mengenai pentingnya keterbukaan informasi dalam menjaga transparansi dan demokrasi,” ujarnya.
Dalam paparannya, Ketua KI DKI Jakarta Harry Ara Hutabarat menyoroti peran strategis Komisi Informasi sebagai lembaga yang mengemban amanah mengawal pelaksanaan keterbukaan informasi publik serta menyelesaikan sengketa informasi.
Ia menegaskan bahwa hak atas informasi3 publik merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dapat diakses oleh seluruh warga negara di mana pun berada.
Harry juga menyebut bahwa Pemprov DKI Jakarta telah menunjukkan komitmen kuat dalam menyediakan ruang seluas-luasnya bagi publik untuk mengakses informasi.
Ia mengapresiasi konsistensi Pemprov yang selama tujuh tahun berturut-turut dinilai sebagai badan publik yang informatif.
“Setiap era kepemimpinan Jakarta senantiasa mendorong keterbukaan informasi. Namun, dengan kepemimpinan baru saat ini, penting untuk terus mendorong keterbukaan informasi agar masuk dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) melalui dukungan eksekutif dan legislatif,” pungkasnya.
Seminar ini menghadirkan sejumlah narasumber dari berbagai kalangan, antara lain Ketua Komisi Informasi DKI Jakarta Harry Ara Hutabarat, Dekan FISIP UAI, Heri Herdiawanto, dan Ketua Pusat Studi Pemilu dan Partai Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta, Endang Sulastri.