KI DKI Jakarta dan DPPAPP Soroti Urgensi Tata Kelola Data di Era AI dan Big Data

JAKARTA – Ketua Komisi Informasi (KI) Provinsi DKI Jakarta, Harry Ara Hutabarat, menegaskan bahwa penyelenggara layanan informasi publik, khususnya yang menangani isu perempuan dan anak, harus memiliki pemahaman kuat terkait Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Pemahaman tersebut penting agar aparatur mampu membedakan data yang wajib dibuka dan informasi yang harus dirahasiakan.

“Isu perempuan dan anak semakin terbuka. Karena itu, yang bertugas harus benar-benar paham UU KIP. Tidak semua data boleh dibuka. Ada informasi tertentu yang wajib dirahasiakan, terutama yang bersifat pribadi,” ujar Harry dalam kegiatan Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP) Provinsi DKI Jakarta di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (27/11/2025).

Kegiatan bertema“Tantangan Implementasi Data Governance di Era AI dan Big Data” ini diselenggarakan oleh Pusat Data dan Informasi Keluarga (Pusdatin Keluarga) DPPAPP di Ruang Auditorium Cut Nyak Dien, Lantai 8.

Acara menghadirkan dua narasumber dari KI DKI Jakarta: Ketua KI DKI Jakarta Harry Ara Hutabarat dan Ketua Bidang Edukasi, Sosialisasi, dan Advokasi (ESA) Ferid Nugroho. Hadir pula Kepala Pusdatin Keluarga, Nur Subchan, yang membuka kegiatan dengan menekankan pentingnya penguatan keamanan data di lingkungan pemerintah daerah.

“Data yang kita terima sangat bermanfaat, tetapi bisa menjadi ancaman jika bocor. Karena itu, kita harus meningkatkan kewaspadaan dan memastikan keamanan data agar tetap memberi manfaat bagi semua,” ujar Nur Subchan.

Dalam pemaparannya, Harry menegaskan bahwa keterbukaan informasi publik merupakan bagian penting dalam upaya menjamin perlindungan data pribadi. Pemahaman yang tepat mengenai klasifikasi informasi memungkinkan aparatur bekerja sesuai koridor hukum.

“Keterbukaan informasi publik itu bukan hanya membuka data, tetapi memastikan mana data yang wajib dibuka dan mana yang mutlak harus dilindungi. Itu bagian dari upaya menjamin perlindungan data pribadi,” tegasnya.

Harry juga menyoroti bahwa perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan aktivitas digital masyarakat menimbulkan tantangan baru dalam keamanan data.

“AI itu keren. Kita sebagai pilot, AI sebagai co-pilot. Tapi kita harus hati-hati karena data kita sangat mudah dilacak, terutama dari media sosial. Big data Pemprov besar, tetapi keseharian kita sering memberikan informasi ke platform tertentu tanpa disadari,” jelasnya.

Lebih lanjut, Harry menjelaskan bahwa hak atas informasi merupakan hak konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 28F UUD 1945.

“Setiap orang berhak menerima informasi. UU KIP sudah hadir, tetapi sosialisasinya belum merata. Saat ini Provinsi DKI Jakarta belum memiliki Perda KIP, dan kita berharap dapat segera terwujud,” ujarnya.

Menurut Harry, UU KIP tidak hanya mendorong badan publik untuk transparan, tetapi juga memberi ruang bagi masyarakat untuk mengevaluasi kebijakan publik.

“Kita melayani warga. Tantangannya berat, tetapi sebagai pelayan publik kita harus memastikan data pribadi warga tetap aman,” jelasnya.

Puluhan Penyuluh KB Diajak Jadi Duta Keterbukaan Informasi

Kegiatan ini diikuti oleh puluhan Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dari setiap kelurahan di DKI Jakarta. Harry mengajak seluruh peserta untuk menjadi duta keterbukaan informasi publik yang memahami batasan antara informasi yang wajib dibuka dan data pribadi yang harus dilindungi.

“Setiap warga negara berhak meminta informasi. Karena itu, para penyuluh harus mampu menyampaikan informasi publik secara tepat, sekaligus menjaga kerahasiaan data pribadi,” pungkasnya.

Similar Posts