KI DKI Jakarta Dorong Mediasi Sengketa Informasi antara Warga dan Kelurahan Cengkareng Barat

Jakarta — Komisi Informasi (KI) Provinsi DKI Jakarta menggelar sidang pemeriksaan awal sengketa informasi publik antara Pemohon Jethro Odolf Atmapralieto dan Termohon Kelurahan Cengkareng Barat, pada Selasa, 4 November 2025, bertempat di Ruang Sidang Lantai 1 Kantor KI DKI Jakarta.

Sidang dipimpin oleh Majelis Komisioner yang terdiri dari Harry Ara Hutabarat (Ketua), Agus Wijayanto Nugroho, dan Luqman Hakim Arifin (Anggota). Turut hadir Mediator Aang Muhdi Gozali dan Panitera Pengganti Melin Evalina Simatupang.

Dalam pembukaannya, Ketua Majelis Harry Ara Hutabarat mempersilakan para pihak untuk menunjukkan identitas dan surat kuasa masing-masing. Setelah pemeriksaan legal standing, majelis meminta pemohon membacakan ringkasan permohonan informasi publik yang diajukan.

Pemohon Jethro Odolf Atmapralieto menyampaikan bahwa dirinya mengajukan permohonan informasi mengenai laporan pertanggungjawaban (LPJ) dana IKKR (iuran keamanan, kebersihan rumah, dan ruko) yang menurutnya belum diungkap secara terbuka oleh pengurus RW.

“Permohonan ini bertujuan untuk menegakkan akuntabilitas dan sebagai bagian dari hak warga untuk mengetahui penggunaan dana yang dikumpulkan dari masyarakat,” ujar Jethro.

Ketua Majelis, Harry Ara Hutabarat, menegaskan bahwa hak warga untuk memperoleh informasi publik. Ia juga mencatat bahwa pemohon telah menempuh jalur permintaan informasi mulai dari RT, RW, hingga Kelurahan.

Menanggapi hal tersebut, pihak Termohon Kelurahan Cengkareng Barat menjelaskan bahwa dana IKKR bukan merupakan ranah pengelolaan kelurahan, melainkan dikelola langsung oleh RW berdasarkan kesepakatan warga. Kelurahan, menurut termohon, hanya berperan dalam pemberian insentif kepada RW, sedangkan pengelolaan dana iuran masyarakat merupakan kewenangan RW sendiri.

“Laporan keuangan yang dimaksud pemohon tidak berada dalam kewenangan kelurahan, karena dana tersebut merupakan hasil kesepakatan warga dan dikelola secara mandiri oleh RW,” jelas perwakilan Kelurahan Cengkareng Barat.

Anggota Majelis Luqman Hakim Arifin menilai bahwa masih terdapat ruang komunikasi yang dapat dibangun antara pemohon dan termohon.

Ia menekankan pentingnya proses mediasi untuk mencari solusi bersama.

“Pada prinsipnya, informasi yang diminta pemohon perlu dipastikan terlebih dahulu apakah termasuk informasi publik yang terbuka atau dikecualikan. Karena itu, mediasi menjadi langkah tepat agar kedua belah pihak dapat mencapai kesepahaman,” ujar Luqman.

Sementara itu, Anggota Majelis Agus Wijayanto Nugroho menambahkan bahwa dalam mediasi nanti, kedua pihak dapat membahas secara lebih rinci dua aspek utama, yakni pengelolaan dana IKKR oleh RW dan insentif provinsi kepada pengurus RW, agar diperoleh kejelasan yang bisa difasilitasi oleh pihak kelurahan.

“Pemerintah kelurahan dapat berperan memfasilitasi komunikasi antara warga dan pengurus RW agar pertanyaan publik dapat dijawab secara terbuka,” tutur Agus.

Menutup sidang pemeriksaan awal, Majelis Komisioner menyimpulkan bahwa perkara ini layak untuk dilanjutkan ke tahap mediasi, dengan catatan pemohon perlu memperjelas badan publik yang dituju secara spesifik serta memperinci jenis informasi yang diminta.

Pada hari yang sama, mediasi yang dipimpin oleh Mediator Aang Muhdi Gozali telah digelar, namun ditunda karena belum tercapai kesepakatan antara kedua pihak.

“Majelis berharap mediasi dapat menjadi sarana untuk mencapai solusi yang konstruktif, sekaligus memastikan hak warga terhadap informasi publik dapat terpenuhi dengan baik,” pungkas Ketua Majelis Harry Ara Hutabarat.

Similar Posts