KI DKI Jakarta Gelar FGD Soal Jaminan Sosial, Dorong Lembaga Fasilitasi BPJS untuk Pegawai
JAKARTA – Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Transparansi Jaminan Sosial dari Perspektif Organisasi Pekerja” di Ruang Rapat KI DKI Jakarta, Lantai 7, Gedung Graha Mental Spiritual, Jakarta Pusat, Senin (15/7/2024).
Acara tersebut menghadirkan sejumlah narasumber dari berbagai organisasi Serikat Pekerja di Indonesia yaitu Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK), Serikat Pekerja Nasional (SPN), Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Seluruh Indonesia (FSP ISSI), Forum Pendidik, Tenaga Honorer dan Swasta Indonesia (FPTHSI) dan Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Reformasi.
Ketua KI DKI Jakarta Harry Ara Hutabarat mengatakan jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial bagi masyarakat terutama kalangan pekerja.
Menurutnya, dalam konteks pekerja, setiap perusahaan wajib memberikan jaminan sosial salah satunya berupa BPJS Kesehatan kepada pegawainya yang telah bekerja minimal enam bulan. Hal itu sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
“Dalam UU BPJS, setiap pekerja itu berhak memperoleh jaminan sosial. Karena itu, melalui FGD ini kita bahas bersama mengenai urgensi sekaligus penerapan jaminan sosial bagi para pekerja terutama dalam perspektif organisasi pekerja,” kata Harry dalam sambutannya.
Harry menyebut, saat ini tidak semua pekerja di Indonesia dapat memperoleh hak jaminan sosial dari perusahaannya. Padahal, jaminan sosial menjadi hak dasar yang harus dipenuhi para pemberi kerja.
“Jaminan sosial itu hak dasar masyarakat, utamanya para pekerja, namuan faktanya jauh panggang daripada api, banyak pekerja yang belum dapat hak itu dari tempat mereka bekerja,” ucap dia.
Karena itu, Harry mendorong agar para pekerja, terutama di pemerintahan untuk dapat memanfaatkan keberadaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik untuk memperoleh informasi mengenai jaminan sosial.
“BPJS itu hasil buah reformasi yang sebagian pekerja tidak dapat nikmati. Untuk itu, Kami minta kepada para pekerja terutama di pemerintahan untuk bisa memanfaatkan UU KIP untuk dapat memperoleh informasi soal jaminan sosial,” imbuh dia.
Sementara itu, Presiden ASPEK Indonesia Abdul Gofur mengungkapkan, BPJS lahir berkat perjuangan buruh dan serikat pekerja di Indonesia. Tujuannya untuk memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat.
“BPJS itu dibentuk pada tahun 2014, berkat perjuangan temen-temen buruh dan serikat pekerja yang waktu itu menuntut agar BPJS ini disahkan,” kata Gofur.
Namun, Gofur menilai implementasi kebijakan BPJS ini masih berantakan. Bahkan, hingga saat ini masih banyak masyarakat ataupun pekerja yang belum memperoleh jaminan sosial BPJS.
“BPJS ini implementasinya berantakan, banyak masyarakat yang susah dapat fasilitas tersebut, tidak jarang mereka harus berobat dengan biaya tinggi tanpa BPJS,” ungkap dia.
Lebih lanjut, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Reformasi Sofyan menegaskan bahwa institusi pemerintah seharusnya dapat menjadi contoh dari diimplementasikannya hak-hak pekerja dalam memperoleh jaminan sosial seperti BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan.
“Kalau pemerintah saja tidak bisa menunaikan hak-hak pekerjanya, bagaimana pekerja-pekerja di luar pemerintahan,” tegas Sofyan.
Pasalnya, kata Sofyan, UU BPJS menyebutkan, perusahaan atau instansi yang melanggar dan tidak memberikan fasilitas jaminan sosial dapat dikenakan sanksi administratif.
“Merujuk pada UU BPJS, perusahaan yang tidak memberikan jaminan sosial kepada pekerja atau pegawainya maka dapat dikenakan sanksi administratif,” ujarnya.
Diketahui, kegiatan FGD mengenai jaminan sosial digelar dengan dua sesi. Sesi 1 diisi dengan narasumber; Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) Abdul Gofur, Sekretaris Umum Serikat Pekerja Nasional (SPN) Catur Andarwarto dan Sekretaris Umum Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Seluruh Indonesia (FSP ISSI) Agus Sarjanto
Sementara Sesi 2 diisi oleh Ketua Umum Forum Pendidik, Tenaga Honorer dan Swasta Indonesia (FPTHSI) Hamdi Zaenal, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Reformasi Sofyan.
FGD tersebut dilakukan secara hybrid dengan melibatkan peserta offline yaitu tenaga ahli KI DKI Jakarta, Duta Sahabat Keterbukaa Informasi. Sementara peserta online dihadiri oleh Komisi Informasi dari berbagai daerah di Indonesia.